PETRUK DADI RATU
Banyak yang mengartikan lakon Petruk Dadi ratu
sebagai sebuah simbol ketidak becusan seorang pemimpin, atau seorang yang tidak
layak menjadi pemimpin dijadikan pemimpin wal hasil adalah kekacauan. Bisa juga
di artikan sebagai khayalan yang berlebih, lha masak Petruk pengen jadi
pemimpin ?, jongos mau jadi Raja.
Meski sebenaranya hal itu tidaklah tepat, karena
pada dasarnya Petruk adalah bukan manusia biasa, Petruk merupakan cerminan dari
salah satu pribadi Semar. Kesaktian Petruk melebihi kesaktian para Dewa dan
Penguasa mayapada Baca Tentang Siapa Petruk. Lantas apa yang mendasari kemudian
keluarnya lakon Petruk Dadi ratu ?, jawabannya adalah kekacauan dan
ketidakseimbangan.
Segalanya berjalan sudah tidak pada fitrahnya, sudah
tidak pada tempatnya. Dimana Pebisnis menjadi pejabat, dimana pemuka agama
menjadi wakil rakyat, dimana pelawak menjadi wakil rakyat. Apa yang terjadi jika
kuda makan sambal, bahkan doyan sambal ? yang terjadi adalah keliaran, sang
kuda ngamuk. Apa yang terjadi jika kambing suka makan daging ? yang terjadi
adalah kambing menjadi buas. Apa yang terjadi ketika harimau memakan rumput ?
yang terjadi adalah harimau menjadi pengecut.
Dalam dunia pewayangan, saat gonjang-ganjing sudah
sampai pada taraf yang sangat tidak wajar, para punakawan—Semar, Gareng,
Petruk, dan Bagong—mulai membangkang. Puncak pembangkangan terjadi ketika
Petruk melabrak Kahyangan Jonggring Saloko (istana para penguasa),
mengobrak-abrik dan mendekonstruksi tatanan yang selama ini dipakai para
penguasa serta para elite untuk berselingkuh dan melakukan manipulasi.
Arjuna, sang pimpinan yang biasanya dilayani
punakawan, dipaksa mematuhi titah Petruk, sang raja baru. Saat itulah Petruk
membuka seluruh aib para penguasa. Yang perlu disingkapi dalam lakon ini adalah
bukan khayalan seperti versi umum, melainkan adalah Petruk sebagai pemimpin
Revolusi yang menjungkir balikan tatanan khayangan yang pada saat itu memang
sudah sangat kacau. Petruk merevolusi semua tatanan agar kembali pada tempat
yang semestinya.
Dan itu hanya dilakukan oleh Petruk dalam 1 malam,
hal ini menyiratkan bahwa Petruk adalah pribadi yang sadar akan peranannya,
setelah semua baik, semua berjalan normal, maka Petruk kembali kepada peranan
awalnya menjadi seorang pengabdi.
Episode Petruk Dadi Ratu Ini ditutup dengan turunnya
Semar mengatasi kondisi :
………Petruk tersenyum mengingat peristiwa itu. “Ah…
hanya Hyang Widi yang perlu tahu apa isi hatiku, selain Dia aku tak perduli”
Kembali dia mengayunkan “pecok”nya membelah kayu
bakar. Sambil bersenandung tembang pangkur:
“Mingkar-mingkuring angkoro, akarono karanan mardisiwi, sinawung resmining kidung, sinubo sinukarto….”
“Mingkar-mingkuring angkoro, akarono karanan mardisiwi, sinawung resmining kidung, sinubo sinukarto….”
Berikut Ringkasan Kisah Petruk Dadi
ratu.
Sebagai salah satu punakawan resmi mayapada. Petruk
sudah mengabdi kepada puluhan”ndoro” (tuan), sejak jaman Wisnu pertama kali
menitis ke dunia. Hingga saat Wisnu menitis sebagai Arjuna Sasrabahu, menitis
lagi sebagai Rama Wijaya, menitis lagi sebagai Sri Kresna. Petruk tetap di sini
sebagai seorang pengabdi, karena itu adalah peranan agungnya.
Petruk hanya bisa tersenyum kadang tertawa geli, dan
sesekali melancarkan protes akan kelakuan “ndoro-ndoro” (tuan-tuan)-nya yang sering
kali tak bisa diterima nalar. Tapi ya memang hanya itu peran Petruk di mayapada
ini. Dia tidak punya wewenang lebih dari itu. Meskipun sebenarnya kesaktian
Petruk tidak akan mampu ditandingi oleh tuannya yang manapun juga.
Berbeda dengan Gareng yang meledak-ledak dalam
menanggapi kegilaan mayapada, berbeda pula dengan Bagong yang sok cuek dan
selalu mengabaikan tatakrama. Petruk berusaha lebih realistis dalam menyikapi
segala sesuatu yang terjadi. Meskipun nyeri dadanya acapkali muncul saat
melihat kejadian-kejadian hasil rekayasa ndoro-ndoro nya.
Petruk sudah hafal betul dengan model paham
kekuasaan di Karang Kedempel dari waktu ke waktu. Kalau mau, sebenarnya bisa
saja Petruk mengamuk dan menghajar siapa saja yang dianggap bertanggung jawab
atas kesemrawutan pemerintahan. Dengan kesaktiannya, apa yang tak bisa
dilakukan Petruk, bahkan (dulu) pernah terjadi, Sri Kresna hampir saja musnah
menjadi debu dihajar anak Kyai Semar ini.
Tapi Petruk sudah memutuskan untuk mengambil posisi sebagai punakawan yang resmi. Dia sudah bertekad tidak lagi mengambil tindakan konyol seperti yang dulu sering dia lakukan. Baginya, kemuliaan seseorang tidak terletak pada status sosial. Pengabdian tidak harus dengan menempati posisi tertentu. Melinkan pada pengabdiannya terhadap nusa dan bangsa.
Singkat cerita Petruk menjelma menjadi Prabu
Kanthong Bolong, Petruk melabrak semua tatanan yang sudah terlanjur menjadi
“main stream” model kekuasaan di mayapada. Dia menjungkirbalikkan anggapan
umum, bahwa penguasa boleh bertindak semaunya, bahwa raja punya hak penuh untuk
berlaku adil atapun tidak.
Karuan saja, Ulah Prabu Kanthong Bolong membuat
resah raja-raja lain. Bahkan, kahyangan Junggring Saloka pun ikut-ikutan
gelisah. Kawah Candradimuka mendidih perlambang adanya “ontran-ontran” yang
membahayakan kekuasaan para dewa.
Maka secara aklamasi disepakati, skenario
“mengeliminir” raja biang keresahan. Persekutuan raja dan dewa dibentuk, guna
melenyapkan suara sumbang yang mengganggu tatanan keyamanan yang sudah
terbentuk selama ini.
Hasilnya?, semua usaha untuk melenyapkan suara
sumbang itu gagal total.Bukannya Prabu Kanthong Bolong yang mati. Tapi raja
jadi-jadian Petruk ini malah mengamuk. Siapapun yang mendekat dihajarnya
habis-habisan. Kresna dan Baladewa dibuat babak belur. Batara Guru sang
penguasa kahyangan lari terbirit-birit.
Kesaktian dan semua ajian milik dewa-dewa dan
raja-raja, seperti tak ada artinya menghadapi Prabu Kanthong Bolong. Tahta
Jungring Saloka pun dikuasai raja murka ini.
Keadaan semakin semrawut. Sampai akhirnya Semar
Bodronoyo turun tangan mengendalikan situasi.
“Ngger, Petruk anakku!”, Semar berujar pelan, suaranya serak dan berat seperti biasanya. “Jangan kau kira aku tidak mengenalimu, ngger!”
“Ngger, Petruk anakku!”, Semar berujar pelan, suaranya serak dan berat seperti biasanya. “Jangan kau kira aku tidak mengenalimu, ngger!”
“Apa yang sudah kau lakukan, thole? Apa yang kau
inginkan? Apakah kamu merasa hina menjadi kawulo alit? Apakah kamu merasa lebih
mulia bila menjadi raja? “
“Sadarlah ngger, jadilah dirimu sendiri“.
Prabu Kanthong Bolong yang gagah dan tampan, berubah
seketika menjadi Petruk. Berlutut dihadapan Semar. Dan Episode “Petruk Dadi
Ratu” pun berakhir.
Petruk tersenyum mengingat peristiwa itu. “Ah… hanya
Hyang Widi yang perlu tahu apa isi hatiku, selain Dia aku tak perduli”
Kembali dia mengayunkan “pecok”nya membelah kayu
bakar. Sambil bersenandung tembang pangkur:
“Mingkar-mingkuring angkoro, akarono karanan mardisiwi, sinawung resmining kidung, sinubo sinukarto….”
“Mingkar-mingkuring angkoro, akarono karanan mardisiwi, sinawung resmining kidung, sinubo sinukarto….”
Hahahaha dan Petruk pun tertawa kembali melakoni
perannya sebagai Punakawan Resmi mayapada ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar